inilah aku

inilah aku
garut

Kamis, 10 Mei 2012

CERITA SURAT CINTA


Setelah satu semester, aku meminta anak-anak untuk memberikan penilaian terhadap diriku. Tak ku sangka dari sekian banyak anak, ada dua anak yang sangat benci dengan aku. Anak pertama, jelas-jelas mengatakan bahwa dia tidak suka dengan aku karena aku jutek,  sombong dan egois. Anak kedua mengatakan bahwa aku ini mirip nenek lampir karena terlalu sering menasihati dan sering marah-marah.
Ku akui waktu pertama datang, aku memang seperti itu. Mungkin karena waktu itu, aku tidak mempersilakan mereka maju untuk perkenalan, membuat ia merasa aku ini sombong, jutek, dan egois. Dan kalau aku dibilang suka marah dan suka menasihati itu memang benar. Walau sakit hati, tapi aku mencoba untuk mengerti. Inilah risiko yang harus ku hadapi jika aku meminta penilaian kepada anak-anak. Tapi sakit hatiku terobati ketika melihat lebih banyak anak-anak yang menyukaiku. Itu kutahu dari penilaian yang mereka berikan padaku.
Setelah KBM saya selesai di sekolah itu. Kebetulan siangnya saya tidak ada jadwal jadi hari ini saya langsung pulang. Di rumah saya terus memikirkan bagaimanan caranya mendekati siswa dan membuat mereka menyukai saya. karena saya yakin, jika mereka sudah suka, sesulit apapun pelajaran, mereka akan semangat belajar dan semoga pelajaran yang mereka terima pun akan cepat masuk ke otak.
Di malam hari, aku bangun, aku terus menangis karena terus terang, rasa sakit hatiku belum hilang. Kata-kata mereka bagiku sangat menyakitkan. Aku  terus menangis sambil memohon agar orang-orang yang membenci  hatinya berubah menjadi kebalikannya dan aku juga mohon agar selalu diberikan kemudahan, kesabaran, dan solusi untuk mengatasi masalah yang kuhadapi.
Esoknya, aku membahas tentang penilaian yang sudah mereka berikan. Pertama aku berterima kasih atas penilaian positif mereka dan aku juga tidak lupa meminta ma’af kepada dua anak yang sudah memberikan kritik tajam kepadaku. Aku memberitahukan isi surat itu kepada anak-anak di kelas.
“Siapa orangnya, Bu? Kok, tidak sopan banget si?” tanya Gunawan dengan nada emosi dan yang lain pun memaksa aku untuk memberitahukan siapa pengirim dua surat itu.
“Dari tulisannya, saya sudah tahu bahwa itu dari dua siswi tapi saya tidak mau menyebutkan namanya. Itu memang kritik yang sangat pedas tapi saya yakin, dua anak itu tidak bermaksud buruk tetapi sebaliknya. Mereka begitu menyayangi saya tetapi dengan cara yang berbeda dengan kalian. Jadi, semua masukan kalian akan saya jadikan acuan untuk memperbaiki diri. Mohon maaf atas semua salah yang pernah saya lakukan. Dan saya berharap, jika suatu saat nanti ada perbuatan atau perkataan saya yang kurang berkenan silakan kalian beritahu saya dan alangkah indahnya jika pemberitahuan itu dengan menggunakan bahasa yang lebih halus.” Kataku dengan berlinang air mata tapi alhamdulillah, aku tidak sampai menangis.  
Mendengar ucapanku, anak-anak terdiam dan ada yang sangat kesal dengan dua temannya itu. Ketika anak-anak masih ramai mengira-ngira siapa yang aku maksud, tiba-tiba Rani maju.
“Ma’afin saya Bu, saya yang menulis surat itu.” Kata Rani sambil menunduk dan dia lalu mencium tanganku. Aku langsung merangkulnya sambil tersenyum aku berkata
“Tidak apa-apa sayang, tujuan Kamu baik ko walaupun bahasa yang Kamu pakai kurang enak untuk dibaca tapi saya senang karena Kamu punya keberanian untuk mengritik dan yang lebih hebat lagi, Kamu mau mengakui semua itu. Terima kasih ya atas semuanya. “ kataku sambil terus merangkul
Ketika Rani menangis di pelukanku, Vega maju dan melakukan hal yang sama. Aku sangat bangga karena mereka mempunyai mental yang kuat, mereka mau mengakui kesalahan dan tidak memerdulikan teman-teman yang akan membenci mereka.
“Anak-anak, sekarang kita mendapatkan pelajaran yang sangat berharga yaitu apapun yang sudah kita lakukan, harus kita pertanggungjawabkan sebesar apapun risikonya. Dan saya harap, mari kita saling mema’afkan dan mulai saat ini, janganlah kita menilai seseorang hanya dari pertemuan pertama. Jika kita ingin mengenal s eseorang dengan baik, butuh waktu panjang. Dan saya harap, apa yang Vega dan Rani fikirkan tentang saya, suatu saat nanti akan berbalik. Terima kasih ya kalian sudah mengakui semuanya. Kalian adalah murid-murid hebat! Saya bangga dengan kalian.” Kataku sambil mengelus kepala Rani dan Vega.
Setelah mendengar ucapanku, anak-anak langsung bertepuk tangan bahkan ada yang menangsi.  Aku juga tidak bisa menahan air mataku. Untuk mengganti suasana sedih saat ini, aku lalu melepaskan rangkulan di bahu Rani dan Vega. Mereka ku persilakan untuk duduk lalu aku berdiri sambil membawa kotak berisi sedotan yang di dalamnya ada kertas.       
 “Anak-anak, sekarang kita bermain sambung kata yuk! Siapa yang tidak bisa melanjutkan, dia akan terkena sanksi yaitu memilih kertas yang ada di dalam sedotan ini.” Kataku sambil menunjukan beberapa sedotan yang di dalamnya ada kertas.
“Isi kertas itu apa Bu?” tanya Ega
“Mmmm...kasih tahu ga ya? Hhehhe...” udah langsung main aja kalau dikasih tahu, nanti ngga seru.” Kataku sambil tertawa.
Anak-anak menyetujui itu dan permainan pun dimulai. Peraturan di permainan itu adalah tidak boleh menggunakan bahasa jorok, kasar, atau tidak sopan. Mereka sangat menikmati permainan itu dan pas di Yogi, kata terputus. Yogi tidak bisa melanjutkan kata yang diberikan Tono. Akhirnya, dia mengambil satu kertas dan ternyata isinya adalah bernyanyi lagu balonku dengan huruf vokal ‘i’ semua dan dengan memperagakannya. Aku lalu mengambil balon di depan kelas. Lalu Yogi membawa balon sambil bernyanyi. Lucu plus seru banget.
 Saat itu, bukan hanya Rio yang mendapatkan sanksi. Ada beberapa anak juga mendapatkannya. Mereka mendapatkan sanksi yang berbeda-beda. Ada yang membaca puisi sambil mengekspresikan apa yang ada di dalam puisi tersebut. Pokoknya seru-seru deh dan yang pasti sanksinya berkaitan dengan bahasa Indonesia. Tujuan aku melakukan permainan hanya untuk mendekatkan diri kepada anak-anak sekaligus menunjukan aku tidak seperti yang mereka bayangkan.
Dan mulai hari ini, aku juga mencoba untuk mengobrol santai ketika istirahat. Aku berharap mereka akan dekat dan menyukai aku. Aku tahu, semua itu tidak bisa terjadi cepat. Butuh kesabaran dan keseriusan.  Walau aku mengorbankan jam istirahatku, aku tidak peduli. Saat itu aku begitu yakin bahwa caraku ini suatu saat akan behasil.
Setelah hampir satu bulan lebih, usahaku membuahkan hasil dan bukan hanya itu, aku juga dijadikan tempat curhat bagi mereka.  Terima kasih ya Allah. Semua itu tidak akan terjadi tanpa turut campur tangan-Mu. 

0 komentar:

Posting Komentar