Puasa tahun 2012 ini menurutku
puasa yang tidak khusu’ karena dalam pikiranku terbersit hal-hal buruk yang
akan terjadi dalam kehidupanku. Semua pikiran itu muncul karena hampir setiap
orang yang menjenguk ibuku mengataan bahwa usia ibuku sudah tak lama lagi. Awalnya aku tidak memikirkan masalah itu tapi
setelah banyak yang berbicara, hatiku mulai diselimuti kekhawatiran walau
kadang perasaan itu hilang ketika aku yakin bahwa setiap manusia pasti akan
mati. Tapi kadang ketika aku berpikir kan kemana ku pergi jika ibuku telah
tiada nanti? Egois ya aku memang egois. Aku terlalu berat melepas kepergian ibu
hanya karena masalah duniawi.
Suatu
hari ketika aku dan seorang keponakan duduk di hadapan ibuku yang terbujur
lemas, tiada daya, tiba-tiba keponakanku berkata kepadaku apakah aku sudah
ikhlas melepas ibuku? Bagai disambar petir, aku diam tak bisa bicara. Ku tahan
sekuat mungkin air mata yang kan membasahi pipi. Ku kuatkan diriku setelah itu
ku tanya kepadanya tentang penyebab kenapa dia mengutarakan itu. Dia bilang,
ibuku memang sudah waktunya pergi tapi karena aku belum ikhlas melepas,
akhirnya ibuku tak bisa pergi meninggalkanku. Berat memang berat tuk ikhlas,
aku tidak memungkiri itu karena hanya ibu yang selalu menemani hari-hariku.
Hanya dengan ibu aku dapat berlindung dari ancaman siapapun. Hanya kepada ibu,
aku mencurahkan isi hatiku. Ibu adalah segala-galanya bagiku.
Setelah
pertanyaan itu muncul, hari-hariku diselimuti kesedihan. Setiap hari ku coba
tuk ikhlas, ikhlas, dan ikhlas. Ketika puing-puing keikhlasan itu sudah mulai
menyatu, tiba-tiba datang lagi seorang keponakanku yang lain dan dia mengatakan
bahwa hidup ibuku tidak sampai lebaran. Mendengar itu, aku langsung emosi.
Memangnya dia Tuhan yang bisa tahu kapan waktu meninggalnya seseorang. Aku lalu
marah kepadanya dan dia langsung pergi. Semenjak kejadian itu, setiap malam aku
tak bisa tidur. Ku pandangi terus wajah ibu. Aku takut, ketika aku terlelap,
ibu pergi tanpa pamit kepadaku. Tak lupa di setiap doaku, ku mohon jika memang
hidup ibuku tak lama, aku ingin ibu pergi dalam keadaan husnul khotimah dan
berada di sisiku.
Hari
demi hari terus berjalan dan hatiku pun terus diliputi ketakutan sampai tibalah
pada malam takbiran. Aku benar-benar tak bergairah menghadapi lebaran tahun
ini. Ketika takbiran bergema, aku bersyukur karena ibuku masih bisa memandang
wajahku, masih bisa tersenyum, masih bisa bercanda, dan ku masih diberi kesempatan
untuk merawat dan menjaga ibu. Terima kasih ya Allah.
Lebaran
telah melewati hari ke empat belas. Alhamdulillah ibuku masih seperti dulu.
Tapi entah mengapa, aku merasa ada kesedihan yang kan menghampiri. Aku merasa
kan ada yang pergi tapi siapa aku tak tahu. Bisa ibuku, aku, kakakku yang
stroke, kakakku yang komplikasi, atau kakakku yang lainnya. Wallahu a’lam.
Seminggu
mau lebaran, ada tetangga kanan, kiri, dan depan deket rumah meninggal dunia.
Aku jadi teringat waktu aku dulu menjaga bapak di rumah sakit. kamar bapakku dirawat di kelilingi oleh orang-orang yang meninggal. Aku heran aja kok sama ya
dengan apa yang sekarang aku alami. Tapi bedanya sekarang aku dan ibu di rumah
bukan di rumah sakit. pemikiranku jadi berlanjut, aku ingat setelah banyak yang
meninggal di rumah sakit, bapakku diizinkan pulang dan setelah sampai di rumah,
tak berapa lama kakak iparku meninggal, setelah itu kakak kandungku juga
meninggal. Dan tak berapa lama, bapakku juga meninggal. Itu adalah tahun duka
cita bagiku karena dalam waktu satu tahun, aku kehilangan tiga orang yang ku
sayang. Apakah hal itu akan terjadi lagi kini? Wallahu a’lam. Aku berharap,
apapun yang terjadi, semoga aku ikhlas dan ku yakin semua itu pasti ada
hikmahnya.
0 komentar:
Posting Komentar