Ketika
aku sedang menunggu ojek, tiba-tiba hpku berbunyi. Ku lihat ada panggilan
dari no. Sekolah. Aku angkat dan di sana terdengar suara sahabatku, Ibu
Hany, sepertinya ia sedang kesal. Dan
benar saja dugaanku, ternyata hari itu, anak-anak kelas IX membuatnya emosi.
Dia memutuskan untuk tidak mengajar bimbel hari ini. Otomatis jadwalku sekarang
maju karena beliau benar-benar tidak mau mengajar.
Sesampainya
di sekolah, ku lihat anak-anak sedang foto-foto dan Bu Hany ternyata sudah
pulang. Melihat aku datang, anak-anak langsung masuk kelas. Mereka duduk dengan
tertib. Aku lalu menanyakan penyebab kemarahan Bu Hany. Ternyata berawal dari
hilangnya sebuah sepatu Ani, muridku. Saat itu sepatunya dia lepas dan ternyata
ada temannya yang sengaja menyembunyikannya. Bu Hany lalu menyuruh anak yang
merasa menyembunyikan untuk mengembalikan sepatu itu. Namun, tak ada seorang
pun yang mau mengakui. Akhirnya Bu Hany kesal dan beliau langsung keluar kelas
dan mengatakan bahwa beliau tidak mau mengajar anak kelas itu lagi. Saat itu,
anak-anak sepertinya malah senang karena sebagian mereka memang tidak suka
dengan Bu Hany. Ketika melihat Bu Hany pulang, mereka malah merayakan dengan
cara berfoto ria. Sungguh keterlaluan sikap mereka. Walau aku tidak setuju
dengan cara mereka, namun, saat itu aku berpikir lebih baik belajar dulu
setelah itu, baru membahas masalah mereka dengan Bu Hany tadi. Sebelum belajar,
aku mengabsen anak-anak terlebih dahulu. Mereka ku panggil satu per satu untuk
tanda tangan di depan mejaku. Suasana sepi tapi tiba-tiba Hamka, Gio, dan Toni
melakukan sesuatu yang membuat teman-temannya tertawa termasuk aku. Mereka
bergantian memakai bando milik adiknya Bambang. Sambil berjalan gaya perempuan,
mereka menghampiri aku secara bergantian. Yang paling lucu ketika melihat Toni,
dia cocok sekali menjadi perempuan. Setelah selesai mengabsen, aku berdiri dan
seperti biasa memberikan kode agar anak-anak diam dan bersiap-siap memulai
pelajaran.
Hari
ini, anak-anak belajar per kelompok. Tugas pertama mereka adalah menjawab soal.
Ketika belajar sudah dimulai, Toni, murid terbandel membuat ulah. Dia terus
bolak-balik dan bicara yang tidak jelas. Aku sudah tahu, dia tipe anak yang
tidak bisa terlalu dikeraskan. Lima belas menit kemudian aku berdiri dan
berkata:
“Anak-anak,
jika dalam satu kelompok ada yang tidak bisa diam atau tidak mengerjakan maka
akan saya beri sanksi untuk kelompok tersebut. Dan setiap kelompok harus tahu
alasan kenapa memilih jawaban tersebut. Jika tidak bisa memberikan alasan, saya
anggap kalian mencontek dan itu berarti kalian tidak dapat nilai tetapi kalian
akan mendapat sanksi.”
Mendengar
itu, akhirnya teman-teman kelompok Toni langsung menegur Toni dan
alhamdulillah, Toni akhirnya mengerjakan sampai selesai. Semua kelompok ku
perhatikan mendiskusikan soal dengan serius.
Setelah
semua mengerjakan, mereka lalu mengumpulkannya. Dan seperti biasa, mereka akan
maju per kelompok guna mempertanggungjawabkan jawaban yang sudah mereka pilih.
Saat itu, aku hanya memerintahkan dua kelompok untuk maju dan yang lain akan
maju minggu depan.
“tugas
pertama sudah kalian kerjakan dan sekarang tugas kedua yaitu mencari sepatu
cinderella yang hilang.”
Mendengar
itu, anak-anak tertawa. Banyak yang komplen karena Ani dipanggil cinderella
tetapi aku hanya tersenyum. Karena aku tidak mengizinkan mereka pulang sebelum
sepatu itu ditemukan, mereka akhirnya mencari bersama-sama dan alhamdulillah
sepatu itu ditemukan. Dan yang menemukannya adalah Salman. Anak-anak spontan
tertawa.
“kenapa
kalian tertawa?” tanyaku heran
“tadi
kan kata ibu, kita disuruh mencari sepatu cinderella. Dan sekarang sepatu itu
sudah ditemukan oleh seorang pangeran,
Salman namanya hhaahhaa...” kata Frahma disambut tawa anak-anak yang lain. Aku
jadi tertawa karena aku tidak menyangka kan seperti itu dan ku lihat Salman dan
Ani cemberut saja. Aku jadi pingin ketawa ketika melihat wajah terjelek mereka
saat itu.
“Bu,
kita boleh pulangkan sekarang? Kan sepatunya sudah ditemukan?” tanya Hana
“Iya
tapi kalian harus duduk rapi dan membaca doa dulu ya!”
Anak-anak
spontan merapikan buku dan duduk dengan tertib. Ketika mereka akan memulai doa,
tiba-tiba aku menunjuk ke arah paling belakang di barisan kedua. Kontan semua
anak menoleh ke belakang.
“maaf,
kalian sepertinya belum boleh pulang karena ternyata ada teman kalian yang
belum selesai.” Kataku sambil tersenyum.
Kelas
langsung ramai karena mereka kesal dengan Hendra dan Dodi. Seharusnya mereka
berdua mengumpulkan bukan malah memperbaiki tulisan.
“Jangan
begitu dong...mereka berdua kan ingin mendapatkan nilai terbaik. Dan menurut
saya, itu bagus. Ketelitian dan kerapihan dalam menjawab soal itu sangat saya
harapkan dari kalian semua. Saya harap, kalian juga bisa seperti Hendra dan
Dodi.” Mendengar itu, anak-anak terdiam
Oh,
ya...Bu Hany adalah guru kalian. Kalian belajar bukan hanya untuk mendapatkan
ilmu saja tapi yang lebih penting adalah keridhaan guru tersebut. Jadi,
sekarang Bu Hany sudah terlalu kesal dengan kalian. Menurut saya, alangkah
indahnya hidup, jika kita saling
bermaafan dan yang paling baik adalah orang yang meminta ma’af terlebih dahulu.
Bagaimana?” tanyaku
“iya
Bu, kita akan minta ma’af.” Kata anak-anak spontan
“Alhamdulillah. Ya sudah, mari
kita tutup KBM hari ini dengan doa semoga apa yang kita dapatkan kan berguna
untuk kita dan medapat berkah dan keridhaan dari Allah SWT. Berdoa dimulai!”
Selesai berdoa, anak-anak satu
per satu menyalami aku. Ketika mereka bersiap-siap ingin ke rumah Bu Hany,
tiba-tiba motor Farah, tidak bisa dihidupkan. Saat itu, aku hanya diam sambil
memerhatikan. Aku ingin tahu seberapa besar kepedulian mereka terhadap orang
lain. Dan alhamdulillah, beberapa anak saat itu bergantian memperbaiki motor
Farah sedangkan yang lain hanya memberikan ide saja dan setelah sepuluh menit,
akhirnya di tangan Giolah motor itu bisa hidup kembali. Anak-anak bersorak
setelah itu mereka berpamitan kepadaku.
“Ibu, mau diantar pulang?” tanya
Gio
“Oh,
tidak, terima kasih. Sebentar lagi ojek saya kan datang.” kataku
“Ibu,
itu ojeknya!” teriak Seto dari kejauhan
“Wah, ojek
ibu panjang umur ya baru disebut eh, muncul. Ya udah Bu, saya duluan ya.
Assalamu’alaikum.” Kata Gio sambil melambaikan tangan
“Waalaikum
salam Wr.Wb. hati-hati ya!”
“Oke,
Bu.” Kata Gio dan Seto bersamaan
Begitu
ojekku sampai di depanku. Aku langsung naik dan rasanya hari ini benar-benar
menyenangkan. Benar kata Mario Teguh kalau menjalani hidup itu harus santai
tapi dapat menghasilkan sesuatu yang serius.
SELESAI
0 komentar:
Posting Komentar